Cara Menghadapi Suami Berperangai Kasar




Pertanyaan

Ass.wr.wb,ustad/ustadzah….saya ialah wanita muslimah berusia 35th, saya sudah menikah dan mempunyai 3 anak. Perkawinan saya telah berjalan selama 14th, suami saya brasal dari @$%#^* , sangat kasar, sering memaki saya (maaf) goblok atau anjing padahal saya tidak melaksanakan kesalahan yang benar-benar diluar syariat. Suami juga sangat pelit, semua keuangan dia yang pegang, saya bahkan tidak tau berapa tabungannya. Saya tidak tahan lagi, apakah atas dasar diatas saya bisa mengajukan cerai?? terima kasih


(nama dan alamat penanya ada pada kami)

Jawaban

Wa’alaikumussalam Warahmatullahi Wabarakatuh.

Ibu yang semoga mendapat limpahan rahmat Allah,

Pertama; Mari melihat ke bawah

Terkait dengan urusan dunia, sikap terbaik yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam ialah selalu melihat ke bawah, bukan ke atas. Mendapat nikmat duniawi atau tertimpa kesusahan duniawi sikap terbaik ialah melihat ke bawah, karena kalau seorang hamba mendapat nikmat lalu dia melihat ke atas, maka akan timbul ketidakpuasan dan iri hati, sementara kalau mendapat kesusahan lalu melihat ke atas, maka akan timbul sikap keluh kesah dan meratapi nasib. Sikap-sikap semacam ini dicela syariat karena merupakan cermin kegagalan bersyukur dan ketidaksanggupan untuk bersikap tabah.

Jika seorang hamba mendapat nikmat sepeda motor, maka jangan melihat orang yang punya mobil, karena hal itu akan menjadikan ketidakpuasan atas kepemilikan sepeda motor tersebut dan sikap iri hati atau malah dengki dengan pemilik mobil. Yang lebih tepat ialah melihat orang yang berjalan kaki, yang tidak sanggup membeli sepeda motor, karena sikap ini akan menjadikan rasa syukur atas nikmat yang diberikan Yang Mahakuasa dengan sepeda motor tersebut.

Jika seorang hamba diberi wajah pas-pasan, maka jangan melihat kepada orang berwajah rupawan, karena itu bisa membuat iri hati dan meratapi nasib, tetapi lihatlah kepada orang lebih buruk rupa, cacat permanen, atau ditimpa penyakit mengerikan tak tersembuhkan. Sikap ini akan menumbuhkan rasa syukur atas nikmat rupa wajah yang diberikan Yang Mahakuasa tersebut.

Demikian pula menghadapi suami yang kasar dan tajam lidah, lihatlah ke bawah. Lihatlah di sana bahwa diantara sekian banyak rumah tangga ada banyak para suami yang jauh lebih jahat dan kejam. Ada yang gemar meludahi istrinya, memukul, menendang, bahkan menyetrika hingga membunuh. Lebih kejam lagi setelah dibunuh masih dimutilasi dan dibakar. Boleh jadi kalau ibu menjadi istri dari suami jenis itu, ketika ini ibu sudah tinggal nama saja dikarenakan telah berpindah ke alam baka. Yakinlah, bahwa sejahat-jahat suami, masih ada yang lebih jahat lagi. Sejahat-jahat suami, kejahatannya tidaklah sejahat fir’aun yang menyiksa sendiri istrinya; Asiyah. Fir’aun menyiksa istrinya dengan mengikat tangan dan kakinya memakai empat tonggak, lalu memanggangnya di bawah sinar matahari, dan menindihkan watu penggilingan di atas dadanya hingga Asiyah menemui ajalnya. Seperti inilah cara bersikap yang diajarkan Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam; melihat ke bawah, biar seorang hamba selalu bisa bersyukur atas nikmat yang diberikan Yang Mahakuasa dan tidak meremehkan nikmat pemberianNya betapapun kecilnya nikmat tersebut. Imam Muslim meriwayatkan;

dari Abu Hurairah berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda: “Pandanglah orang yang berada dibawah kalian, jangan memandang yang ada di atas kalian, karena hal itu lebih layak membuat kalian tidak meremehkan nikmat Allah(H.R.Muslim)

Kedua; mari mengingat bahwa hidup ini ialah untuk beramal

Jangan lupa bahwa semua yang dialami, yang dirasakan, yang didapatkan dan yang hilang, semuanya itu tidak lebih hanyalah “alat’ untuk menguji amal seorang hamba. Yang Mahakuasa menjelaskan bahwa Dia menciptakan hidup dan mati ialah untuk menguji manusia. Yang Mahakuasa berfirman;

Dialah yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kau yang lebih baik amalnya (Al-Mulk;2)

Semua bantuan dunia dari Yang Mahakuasa kepada seorang hamba ialah untuk dilihat bagaimana hamba tersebut berzakat dengan cara yang diperintahkan Allah. Mobil, tanah, tabungan, suami, anak, kedudukan dan semua yang bersifat duniawi diberikan Yang Mahakuasa untuk menguji apakah seorang hamba sanggup menggunakan dan semua bantuan itu untuk berzakat shalih yang diridhai Yang Mahakuasa atau tidak. Imam Muslim meriwayatkan;

dari Abu Sa’id Al Khudri dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Sesungguhnya dunia itu manis. Dan bahwasanya Yang Mahakuasa telah menunjuk kalian sebagai Khalifah (dengan cara membuat kalian menguasainya) didalamnya. Kemudian Yang Mahakuasa memperhatikan bagaimana kalian berzakat (H.R.Muslim)

Kesusahan, kesedihan, kegalauan, kesengsaraan, keperihan, ketakutan, kecemasan, kekhawatiran, dll yang muncul tanggapan berinteraksi dengan sesama hamba juga tidak lepas dari pesan amal. Semua perasaan yang muncul tanggapan berinteraksi dengan sesama hamba ialah bentuk ujian untuk menguji ketabahan. Yang Mahakuasa berfirman;

dan Aku jadikan sebahagian dari kalian cobaan bagi sebahagian yang lain. Bisakah kalian tabah? (Al-Furqon; 20)

Jadi, kalaupun Ibu susah, maka ingatlah bahwa Ibu bukan satu-satunya orang yang susah di dunia ini. Jika ibu merasa tersiksa, ingatlah bahwa ibu bukan satu-satunya orang yang tersiksa di dunia ini. Jika ibu merasa menderita ingatlah bahwa ibu bukan satu-satunya orang yang menderita didunia ini apalagi paling menderita. Yang Mahakuasa tahu semua itu. Yang Mahakuasa mengawasi semua gerak-gerik hambaNya. Tidak ada satupun yang luput dari pengawasan Yang Mahakuasa di bawah kolong langit ini. Sehelai daun yang jatuh dari pepohonanpun Yang Mahakuasa Maha mengetahui.

Ingatlah ibu, bahwasanya di dunia ini ada jutaan orang menderita dan sengsara, tetapi tidak semuanya menjadi mulia disisi Allah.

Seorang hamba yang beriman, bisa menyulap penderitaan menjadi kemuliaan, empedu menjadi madu, dan luka menjadi ceria.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam harus dicaci, dimaki, dituduh sinting, difitnah, diusir, dan dihinakan sebelum dia berhijrah ke madinah, dilu-elukan, dan dicintai milyaran orang dikalangan penduduk bumi. Nabi Yusuf harus dimasukkan dalam sumur oleh saudara-saudaranya, dijual sebagi budak, difitnah berzina dengan istri pejabat, dijebloskan ke dalam penjara sebelum diangkat menjadi darah biru dan memperoleh kemuliaan Nubuwwah. Imam As-Sarokhsi dicemplungkan ke dalam sumur sebelum mengarang kitab fikihnya yang terbesar Al-Mabsuth yang terdiri dari 30 juz, Hamka dipenjara sebelum alhasil menerbitkan karya terbesarnya tafsir Al-Azhar,dst..semuanya ialah orang-orang yang diuji dengan kesusahan dan penderitaan, tetapi sanggup melewatinya dengan cantik dan menjadi orang-orang yang mulia karena benar menyikapinya; yakni dijadikan sebagai medan amal.

Jangan hingga kita rugi dunia akhirat. Di dunia menderita, diakhirat juga rugi. Orang-orang yang tergolong kelompok ini ialah orang-orang yang menyikapi hidup tanpa kepercayaan dan tidak menjadikan cara penyikapannya sebagai amal. Tujuan hidupnya hanya memburu kebahagiaan duniawi tanpa peduli bagaimana membangun rumahnya di akhirat.

Pertanyaannya; Amal apakah yang bisa dilakukan seorang wanita kalau kebetulan memiliki suami yang jahat? Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan ini harus diketahui terlebih dahulu hak suami atas istri menurut Yang Mahakuasa dan RasulNya.

Ketiga; memahami hak suami atas istri menurut syariat.

Sesungguhnya syariat Islam menjadikan amal berbakti kepada suami sebagai amal utama bagi seorang wanita yang telah menjadi istri dan terikat dalam ikatan pernikahan. Imam Ahmad meriwayatkan;

dari Abdurrahman bin Auf berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Apabila seorang istri melaksanakan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan ta’at kepada suaminya, niscaya akan dikatakan kepadanya; ‘Masuklah kau ke dalam syurga dari pintu mana saja yang kau inginkan (H.R.Ahmad)

Dalam hadis di atas dijelaskan kalau seorang wanita menunaikan hak Yang Mahakuasa dengan melaksanakan Shalat lima waktu, berpuasa Ramadhan dan menjaga kemaluannya, lalu menunaikan hak hamba dengan berbakti kepada suaminya, maka amal tersebut sudah cukup menjadi tiket untuk memasuki surga dari pintu manapun yang dikehendaki. Hal ini menunjukkan bahwa amal berbakti kepada suami ialah amal terbesar seorang wanita, karena hak hamba yang wajib ditunaikan wanita ialah banyak menyerupai hak orang tua, hak kerabat, hak tetangga, hak fakir miskin, hak anak yatim,hak kaum muslimin dll. Namun diantara sekian hak hamba yang seharusnya ditunaikan seorang wanita, pelaksanaan salah satu hak hamba yaitu hak suami untuk ditaati ternyata sudah cukup untuk menjamin wanita masuk surga setelah dia menunaikan hak-hak Yang Mahakuasa menyerupai shalat dan puasa.

Dalam hadis yang lain, Nabi juga mengajarkan kepada wanita bahwa suami ialah surga dan neraka istri. Artinya, kalau seorang istri benar dalam memperlakukan suami, maka dia berhak menerima surga, tetapi kalau salah dalam memperlakukan suami maka dia layak dijebloskan ke dalam neraka. Imam Ahmad meriwayatkan;

“Dari Husain bin Mihshan bahwa bibinya datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dan memberikan keperluannya, dia lalu bertanya: “Apakah kau memiliki suami?” Dia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya lagi: “Bagaimana sikapmu terhadapnya?” dia menjawab, “Aku tidak menunda-nunda (memenuhi kebutuhannya) kecuali karena saya sudah tidak bisa lagi.” Kemudian dia bersabda: “Lihatlah di mana posisimu darinya karena bahwasanya dia ialah Surga dan Nerakamu.(H.R.Ahmad)

Nabi menginformasikan bahwa kebanyakan penghuni neraka ialah wanita, dan alasannya ialah yang membuat mereka masuk neraka kebanyakan ialah karena kufur terhadap suami. Bukhari meriwayatkan;

Dari Ibnu ‘Abbas berkata, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Aku diperlihatkan neraka, ternyata kebanyakan penghuninya ialah wanita yang kufur“. Ditanyakan: “Apakah mereka kufur terhadap Allah?” Beliau bersabda: “ (tidak tetapi)Mereka kufur terhadap suami,dan kufir terhadap kebaikan. Seandainya kau berbuat baik terhadap seseorang dari mereka sepanjang masa, lalu dia melihat satu saja kejelekan darimu maka dia akan berkata: ‘aku belum pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu (H.R.Bukhari)

Begitu besarnya hak suami, hingga Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam mengumpamakan seandainya dia diizinkan memerintahkan seseorang bersujud kepada orang lain niscaya dia akan memerintahkan seorang wanita bersujud kepada suaminya. Ahmad meriwayatkan;

“Dari Hafs dari pamannya, Anas bin Malik berkata, “Ada sebuah keluarga dari kaum anshar yang memiliki seekor unta yang mereka gunakan untuk menyiram ladang, hanya saja unta tersebut tiba-tiba merasa sulit bagi kami untuk mejinakkannya dan mengelak dari kami untuk ditunggangi, maka orang-orang anshar datang kepada Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam dan berkata: “Wahai Nabi Allah! bahwasanya ada seekor unta yang kami gunakan untuk menyiram ladang hanya saja tiba-tiba unta tersebut merasa sulit bagi kami untuk menjinakkannya dan mengelak dari kami untuk ditunggangi, padahal tanaman-tanaman serta pohon-pohon kurma kami dilanda kekeringan.” Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Berdirilah kalian “, lalu mereka berdiri, dan masuk ke dalam kebun sedangkan unta tersebut telah berada di sebuah tepi, maka Nabi Shallallahu’alaihi wa Sallam berjalan ke arahnya dan orang-orang anshar berkata: “Wahai Nabi Allah, bahwasanya unta tersebut menjadi menyerupai anjing yang galak dan kami takut kalau dia menerjang tuan”, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda, “Saya tidak ada masalah dengan unta ini”, dan tatkala unta tersebut melihat Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam dia berjalan ke arah dia Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam kemudian jatuh dengan bersujud di depannya lalu Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam menyentuh ubun-ubunnya dan menjinakkannya dengan suatu hal yang belum pernah terjadi sebelumnya hingga dia Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam mempekerjakan unta tersebut. Maka para teman berkata kepada dia Shallallahu’alaihi wa Sallam: wahai Rasulullah bahwasanya binatang ini tidak memiliki logika namun dia bersujud kepada Tuan sedangkan kita ialah insan yang pintar maka kita lebih berhak untuk bersujud kepada Tuan, maka Rasulullah Shallallahu’alaihi wa Sallam bersabda: “Tidak boleh seorang insan bersujud kepada manusia, dan jikalau boleh seorang insan bersujud kepada insan niscaya saya akan memerintahkan seorang wanita untuk bersujud kepada suaminya karena besarnya hak suami terhadapnya, demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya seandainya seorang suami memiliki luka dari ujung kaki hingga ujung kepala yang mengalirkan bisul atau darah kemudian sang istri menghadapinya hingga menjilatinya, maka hal itu belum memenuhi seluruh haknya kepadanya” (H.R.Ahmad)

Nabi memuji wanita yang selalu berusaha memperoleh ridha suaminya baik dalam keadaan zalim maupun dizalimi. An-Nasai meriwayatkan;

“Dari Abdullah bin Abbas dia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; Tidakkah saya beritahu kalian perihal wanita-wanita kalian yang termasuk penghuni surga? Yang penyayang, subur, dan banyak memberi manfaat kepada suaminya…yang kalau menyakiti atau disakiti dia datang lalu mengambil tangan suaminya kemudian berkata; demi Allah, saya tidak bisa tidur sebelum engkau ridha” (H.R.An-Nasai)

Sebaliknya dia juga mencela wanita yang tidak bisa berterima kasih kepada suaminya dengan mengatakan bahwa wanita-wanita semacam itu tidak dilihat dan diperhatikan Allah. An-Nasai meriwayatkan;

“Dari Abdullah bin ‘Amr dia berkata; Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda; Yang Mahakuasa tidak melihat seorang wanita yang tidak bisa berterima kasih kepada suaminya padahal dia membutuhkan suami” (H.R.An-Nasai)

Nabi menjamin, kalau seorang wanita benar dalam memperlakukan suaminya, lalu wanita tersebut mati dalam keadaan suaminya ridha kepadanya, maka wanita tersebut akan dimasukkan ke dalam surga. At-Tirmidzi meriwayatkan;

“dari Umu Salamah berkata; Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Wanita manapun yang meninggal dan suaminya dalam keadaan ridha (kepadanya), niscaya dia masuk surga (H.R.At-Tirmidzi).”

Dengan besarnya hak yang dimiliki suami menyerupai ini maka wajarlah kalau Islam menunjukkan hak memilih suami itu sepenuhnya kepada wanita. Siapapun tidak berhak mengintervensi pilihan suami seorang wanita, apalagi memaksanya. Jika seorang wanita menikah karena dipaksa (meski oleh orang tuanya), maka syariat memberi hak Khiyar (memilih) antara melanjutkan ijab kabul atau membatalkannya. Ketidaktaatan seorang wanita kepada orangtuanya dalam hal memilih calon suami tidak tergolong kedurhakaan, dan malah kalau ayah (yang menjadi wali wanita) menghalang-halangi wanita menikah dengan lelaki pilihannya maka ayah tersebut dianggap telah melaksanakan ‘Adhl (mempersulit pernikahan) yang diharamkan syariat, dan statusnya menjadi orang fasik yang ditolak persaksiannya dan gugur hak perwaliannya. Yang Mahakuasa berfirman;

Maka janganlah kau (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat saling ridho di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. (Al-Baqarah;232)

Karena itu, dengan memahami paparan nash diatas bisa difahami bahwa hak suami ialah hak yang besar, dan amal utama seorang wanita yang telah berumah tangga ialah berbakti kepada suaminya. Seorang wanita bebas memilih siapapun yang akan jadi suaminya, tetapi kalau sudah menikah dengan lelaki pilihannya, maka dia terkena tanggung jawab berbakti semaksimal mungkin kepada suaminya. Wanita sulit menyalahkan orang lain kalau suami jahat yang ditemuinya ialah adalah hasil pilihannya sendiri.

Namun, masalahnya sekarang tentu bukan menyesali pilihan, kerena ijab kabul sudah terjadi dan bawah umur telah lahir. Lebih bijaksana kalau memahami bahwa suami yang jahat ialah bentuk ujian, dan ujian apapun yang dihadapi pasti berada diarea yang disanggupi karena Yang Mahakuasa tidak pernah membebani hamba kecuali sekedar kesanggupannya, dan setiap jiwa akan menerima sesuai yang diusahakannya. Yang Mahakuasa berfirman;

Yang Mahakuasa tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. (Al_Baqarah-286)

Selanjutnya, setelah mengetahui besarnya hak suami dan amal utama seorang wanita untuk berbakti, harus diketahui bekal utama untuk menjalankan amal tersebut yaitu; Shobr (ketabahan)

Keempat; menghadapi dengan Shobr

Harus difahami terlebih dahulu bahwa jahatnya pasangan tidak menunjukkan buruknya kita. Jahatnya pasangan juga tidak boleh menjadi alasan biar kita tidak menjadi shalih. Asiyah, suaminya jahat yaitu Fir’aun, tetapi Asiyah ialah wanita shalihah yang terang dijamin masuk surga oleh Allah. Nabi Nuh istrinya Kafir, namun hal itu tidak menjadi alasan Nabi Nuh menjadi tidak shalih. Pasangan hidup tidak lebih hanya ujian hidup. Apa yang didapatkan itulah yang dihadapi.

Memang menjadi idaman setiap wanita untuk menerima suami yang shalih, yang lembut, setia, pengertian, bertutur kata halus, berimu, membimbing, bertanggungjawab dan kriteria-kriteria ideal lainnya. Namun harus diingat, ketika ini kita hidup di dunia, bukan di surga. Dunia ialah negeri ujian, bukan negeri pembalasan. Karena itu sebaik-baik suami tentu tetaplah ada celah kekurangannya, dan seburuk-buruk suami tentu tetaplah ada sisi kebaikannya. Setiap kali wanita bertemu dengan kondisi tidak ideal dalam rumah tangga yang menyusahkannya tanggapan perlakuan suami, maka sebaik-baik sikap ialah Shobr (tabah). Kesusahan yang dihadapi dengan Shobr karena semata-mata ingin memperoleh ridha Allah, akan menghapuskan dosa dan kesalahan seorang hamba. Bukhari meriwayatkan;

“dari Abu Hurairah dari Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dia bersabda: “Tidaklah seorang muslim tertimpa suatu penyakit dan keletihan, kehawatiran dan kesedihan, dan tidak juga gangguan dan kesusahan bahkan duri yang melukainya melainkan Yang Mahakuasa akan menghapus kesalahan-kesalahannya.(H.R.Bukhari)“

Terhapusnya dosa bermakna bersihnya diri. Bersihnya diri dan kesucian jiwa akan membuat seorang hamba dicinta Rabbnya. Jika seorang hamba sudah dicintai Rabbnya maka doanya akan didengar, kebutuhannya akan dipenuhi, dilindungi dari marabahaya, dan dibela kalau disakiti. Boleh jdi juga dengan kedekatan kepada Yang Mahakuasa seorang wanita bisa membuat keajaiban, yakni menjadi perantara suaminya menjadi orang shalih sebagaimana dirinya. Kisah-kisah keajaiban dalam rumah tangga semacam ini cukup banyak di masyarakat.

Makara yang dilakukan bukan meratapi nasib dan menyesali diri, tetapi berbuat, beramal, dan beraksi semaksimal mungkin sebatas yang dimampui dan kapasitas yang didapatkan. Asiyah istri Firaun ialah rujukan terbesar seorang wanita yang berhasil berzakat dengan benar, meskipun bersuamikan orang jahat. Asiah telah berhasil melewati kepingan hidup di dunia ini dengan tepat dan telah dijamin masuk surga karena dengan sikap hidupnya yang benar. Hendaknya Asiyah ini benar-benar menjadi teladan. Yang Mahakuasa berfirman;

dan Yang Mahakuasa membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah saya dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah saya dari kaum yang zhalim (At-tahrim;11).

Namun, kadang kala masalah dalam rumah tangga telah mencapai level berat sehingga sulit diselesaikan dengan baik. Karena itu Islam menunjukkan solusi talak. Hanya saja Yang Mahakuasa membenci dan tidak menyukai talak meskipun memubahkannya. Talak hendaknya dijadikan solusi terakhir kalau masalah sudah tidak mungkin lagi diselesaikan dengan cara baik-baik.

Seorang wanita hendaknya juga perlu berhati-hati dalam meminta talak, karena meminta talak dengan alasan yang tidak benar ialah haram dan pelakunya diancam tidak bisa mencium baunya surga. Imam Ahmad meriwayatkan;

dari Tsauban berkata; Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam bersabda; “Siapa pun wanita yang meminta talak pada suaminya tanpa alasan maka anyir surga haram baginya.”(H.R.Ahmad)

Alasan yang benar meminta Tafriq (pemisahan ikatan ijab kabul oleh Hakim) yang tidak haram ialah semisal suami tidak memberi nafkah, suami gila, suami impoten, suami terkena penyakit yang berbahaya kalau hidup bersama dan semisalnya. Jika sekedar kasarnya ucapan, maka hal itu belum cukup untuk membolehkan wanita meminta Tafriq. Jadi, menyikapi dengan Shobr sebagaimana direkomendasikan ialah sikap yang paling bijaksana, terlebih lagi kondisi anak yang sudah tiga, perceraian secara tidak eksklusif akan menghipnotis perkembangan psikologi anak. Mudah-mudahan Yang Mahakuasa memberi Taufiq katabahan. Wallahualam.

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Cara Menghadapi Suami Berperangai Kasar"

Posting Komentar