Kesombongan Bisa Menghalangi Hidayah




Pembaca yang budiman, a’azzaniyallahu wa iyyakum, Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallammengabarkan dalam sebuah hadits bahwa tidak akan masuk surga orang yang ada di dalam hatinya terdapat kesombongan. Beliau Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Lalu ada seorang lelaki dari sobat Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam berkata: “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin supaya bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan wahai Rasulullah?”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallambersabda: ‘Sesungguhnya Tuhan itu rupawan dan mencintai keindahan. Adapun kesombongan itu yaitu menolak kebenaran dan meremehkan manusia“ (HR. Muslim, no.91).

Dalam hadits ini Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengabarkan bahwa kesombongan menghalangi seseorang untuk masuk ke dalam surga. Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam juga menjelaskan hakikat kesombongan, bahwa kesombongan itu yaitu menolak kebenaran dan menganggap remeh manusia. Ketika suatu kebenaran telah hingga kepada seseorang, berupa Al Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, kemudian ia menolaknya alasannya kelebihan yang ia miliki atau kedudukan yang ia miliki. Maka ini menunjukkan adanya kesombongan dalam dirinya.

Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam mengatakan, sombong itu menolak kebenaran, dan kebenaran itu yaitu apa yang datang dari Tuhan Subhanahu wa Ta’ala, berupa Al Qur’an dan hadits Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam. Betapa banyak kesombongan yang menyebabkan seseorang terhalang dari kebenaran. Lihatlah iblis la’anahullah, ia tidak mau sujud kepada Nabi Adam ‘alaihissalam alasannya kesombongan yang ada dalam hatinya. Tuhan Ta’alaberfirman: “ia enggan dan sombong sehingga ia pun termasuk orang-orang kafir” (QS. Al Baqarah: 34). Lihatlah Fir’aun, ia merasa merasa sombong dengan kelebihannya, ia merasa sombong dengan kedudukan yang ia miliki. Sehingga ia menolak dakwah yang disampaikan Nabi Musa ‘alaihisshalatu was salam. “Kami utus Musa dan Harun kepada Fir’aun dan pemuka-pemuka kaumnya, dengan (membawa) tanda-tanda (mukjizat-mukjizat) Kami, maka mereka menyombongkan diri dan mereka yaitu orang-orang yang berdosa” (QS. Yunus: 75). Maka lihatlah wahai saudaraku, orang yang bersombong diri biasanya ia tidak mampu mendapatkan hidayah dari Tuhan Subhaanahu wa Ta’ala.

Dan Subhaanallah… dalam hadits ini seorang sobat bertanya kepada Nabi Shallallahu’alaihi Wasallam, “wahai Rasulullah, salah seorang dari kami ingin supaya bajunya bagus, demikian pula sandalnya bagus, apakah itu termasuk kesombongan?”. Maka Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam seakan mengatakan, “itu bukan kesombongan, Tuhan itu rupawan dan mencintai keindahan”. Artinya pakaian yang bagus bukan termasuk kesombongan sama sekali, bahkan itu suatu hal yang dicintai oleh Tuhan alasannya menunjukkan keindahan sebagai suatu nikmat yang diberikan oleh Allah. Bahkan memperlihatkan kenikmatan yaitu bentuk rasa syukur kepada Tuhan subhanahu wa ta’ala. Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallambersabda: “Sesungguhnya Tuhan suka melihat tampaknya bekas nikmat Tuhan pada diri hamba-Nya” (HR. Tirmidzi, no.2819. Ia berkata: “hasan”, dishahihkan oleh Al Albani dalam Shahih Al Jami’).

Akan tetapi kesombongan itu dikala seseorang menolak kebenaran atau ia menganggap remeh orang lain. Baik alasannya orang yang ia remehkan itu miskin atau ia lebih rendah derajatnya dalam duduk perkara ilmu dan amalan shalih. Saudaraku, dalam hadits lain RasulullahShallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “cukuplah bagi seseorang itu keburukan, ia menganggap remeh Muslim yang lain” (HR. Muslim, no.2564).

Terkadang misalnya kita orang yang memiliki kekayaan, dan punya kelebihan. Ketika kita melihat orang miskin yang tidak punya kekayaan, kita pandang ia dengan pandangan yang remeh sekali. Ini lah bentuk meremehkan orang. Atau misalnya orang yang memiliki kedudukan, mungkin Bupati, presiden, atau camat, dikala melihat orang biasa atau rakyat jelata ia merasa dirinya punya kelebihan, lalu ia pun bersombong diri. Atau misalnya kita diberi kelebihan berupa amalan shalih, terkadang dikala melihat orang yang amalan shalihnya kurang, kita merasa memiliki kelebihan dan melecehkan dia. Terkadang juga kita merasa punya kelebihan ilmu, punya titel yang tinggi, dikala melihat orang yang lebih rendah titelnya, dalam diri kita terasa ada sesuatu perasaan lebih baik dari dia. Inilah sebetulnya benih-benih kesombongan.

Terlebih dikala ada orang yang menasehati kita yaitu orang yang lebih muda dari kita atau orang yang tidak lebih terpelajar dari kita. Terkadang kesombongan dan keangkuhan muncul di hati kita sehingga kita enggan untuk mendapatkan nasehat-nasehatnya. Ini juga merupakan fenomena kesombongan. Dan bukankah seorang Mukmin yang sejati itu senantiasa mendapatkan nasehat? Tuhan Ta’ala berfirman (yang artinya): “Berilah peringatan! Sesungguhnya peringatan itu bermanfaat bagi orang-orang yang beriman” (QS. Adz Dzariyat: 55).

Dan subhaanallah, ini sangat menyeramkan sekali. Karena Nabi Shallallahu’alaihi Wasallambersabda: “tidak akan masuk surga, orang yang ada di dalam hatinya sebesar biji sawi kesombongan”. Hanya sebesar biji sawi dari kesombongan, ternyata menyebabkan kita tidak masuk surga.

Ikhwati fillah rahimaniy wa rahimakumullah, sudah menjadi kewajiban kita untuk menyadari bahwa apa yang Tuhan berikan kepada kita berupa kelebihan-kelebihan baik itu kekayaan, kedudukan, hakikatnya yaitu sumbangan dari Tuhan Subhanahu wa ta’ala. Orang kaya hendaknya sadar, kekayaan itu datangnya dari Allah. Orang yang mempunyai kedudukan hendaknya sadar, bahwa kedudukan itu yaitu amanah di sisi Tuhan yang akan dimintai pertanggung-jawabannya. Bukan untuk disombongkan sama sekali. Orang yang terpelajar segera sadar bahwa ilmunya itu bukan untuk disombongkan, tapi untuk menjadikan ia lebih tawadhu dan lebih takut kepada Tuhan Subhanahu wa Ta’ala. Orang yang berzakat shalih, banyaknya amal shalih, bukan untuk dibanggakan dan disombongkan. Akan tetapi untuk membuat ia lebih bersahabat kepada Allah.

Maka, saudaraku a’azzaniyallah waiyyakum, orang yang sombong itu pada hakikatnya tidak menyadari jati dirinya, tidak menyadari siapa ia sebenarnya. Bahwa ia hakikatnya yaitu seorang hamba, hamba yang tidak punya dan tidak memiliki apa-apa. Dia faqir kepada Allah, faqir kepada rahmat-Nya dan karunia-Nya. Lalu untuk apa ia menyombongkan diri dengan segala kelebihannya sementara pada hakikatnya ia tidak memiliki apapun. Tuhan ta’ala berfirman (yang artinya), “Wahai umat manusia! Kalian yaitu fakir kepada Allah. Adapun Allah, maka Dia Maha Kaya lagi Maha Terpuji” (QS. Fathir: 15).

Saudaraku, terkadang penting sekali untuk melihat bagaimana sumbangan Tuhan kepada kita dan kekuasaan Tuhan yang berikan kepada kita. Tuhan Subhanahu wa Ta’ala menciptakan alam semesta yang begitu luar biasa, keindahan alam yang luar biasa, semua itu milik Allah. Tuhan menciptakan badan kita dengan bentuk yang indah, Tuhan Subhanahu wa Ta’ala sediakan bagi kita aneka macam macam harta dan kebutuhan, jikalau seorang hamba menyadari semua ini saya yakin ia akan ber-tawadhu’ (rendah diri). Dan tawadhu’ itu yaitu adab yang sangat agung. Tuhan Ta’ala berfirman (yang artinya): “Ibadurrahman yaitu orang-orang yang berjalan di atas muka bumi dengan rendah hati (tawadhu’) dan apabila orang jahil menyapa mereka, mereka mengucapkan kata-kata yang baik.” (QS. Al Furqaan: 63). Dan Rasulullah Shallallahu’alaihi Wasallam bersabda: “tidaklah salah seorang di antara kalian ber-tawadhu kecuali Tuhan akan meninggikannya derajatnya” (HR. Muslim, no.2588).

Bahkan insan sendiri pun tidak suka kepada orang yang sombong. Ketika kita melihat ada orang yang angkuh, pasti kita tidak suka. Tapi dikala kita melihat orang yang tawadhu, yang tidak menonjolkan kelebihannya di hadapan orang, bahkan ia merasa takut kalau Tuhan mengadzabnya sekonyong-konyong, itu yaitu orang yang Tuhan jadikan kecintaan kepada ia di hati-hati para hamba alasannya sikap tawadhu’-nya tersebut.

Maka dari itu saudaraku, jikalau kita diberi Tuhan Subhanahu wa Ta’ala kelebihan, berhati-hatilah. Segera introspeksi diri, segera periksa hati kita. Kalau Tuhan Subhanahu wa Ta’ala menunjukkan kepada kita kekayaan, kedudukan, atau kelebihan dalam berzakat shalih, segera periksa hati kita jangan hingga itu menjadikan kesombongan yang menyebabkan kita terhalang masuk ke dalam surga.

Washalatu wassalamu ‘ala nabiyyina Muhammadin wa ‘ala alihi wa shahbihi ajmain.

***

Ust. Badrusalam, Lc., dinukil dari buletin Al Hikmah edisi 3-27, yang diterbitkan Radio Rodja

Dari; muslim

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Kesombongan Bisa Menghalangi Hidayah"

Posting Komentar