Keutamaan Balasan Pahala Puasa Ramadhan Sesuai Al-Quran dan Hadits
Puasa (shaum) Ramadhan yaitu bulan penuh ampunan dan berkah bagi orang mengerjakan ibadah puasa dengan tulus dan sabar. Ibadah Puasa merupakan ibadah belakang layar lantaran ibadah puasa yang hanya mengetahui kita berpuasa yaitu Tuhan SWT dan kita diri sendiri.
Oleh lantaran itu Balasan Pahala Puasa pribadi dari Tuhan SWT yang diberikan kepada orang yang berpuasa dengan pahala puasa tak terhingga.
Puasa Ramadhan mempunyai banyak keistimewaan dan keutamaan dibanding amalan ibadah lainnya. Amalan Ibadah lainnya dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga lebih dari itu.
Namun tidak untuk amalan puasa. Amalan Puasa Ramadhan AllahSWT khususkan untuk diri-Nya. Sehingga pahala puasa pun sanggup tak terhingga pahalanya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh insan akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Tuhan Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut yaitu untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan ia telah meninggalkan syahwat dan masakan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan saat ia berbuka dan kebahagiaan saat berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh busuk lisan orang yang berpuasa lebih harum di sisi Tuhan daripada busuk minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan lantaran iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah kemudian akan diampuni. " (HR. Ibnu Majah)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa berpuasa dan shalat malam (tarawih) di bulan Ramadhan lantaran iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah kemudian akan diampuni. " (HR. Ibnu Majah)
شَهْرٌ كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَسَنَنْتُ لَكُمْ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“(Ramadhan) yaitu bulan yang Tuhan mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa, dan saya sunnahkan shalat (tarawih) di malam harinya. Barangsiapa berpuasa di siang harinya dan bangkit (shalat tarawih) di malam harinya lantaran iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya akan keluar ibarat pada hari dilahirkan oleh ibunya. " (HR. Ibnu Majah)
إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَنَادَى مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلّٰهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذٰلِكَ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ
"Jika tiba permulaan malam (tanggal 1) bulan Ramadhan, maka setan-setan dan pemimpin-pemimpinnya dibelenggu (dirantai), pintu-pintu neraka ditutup dan tidak ada satu pun yang dibuka. Pintu-pintu nirwana dibuka dan tidak ada satu pun yang ditutup. Kemudian, ada penyeru yang berseru, ‘Hai orang yang mencari kebaikan, berlomba-lombalah. Hai orang yang mencari keburukan, berhentilah. Karena bergotong-royong Tuhan akan membebaskan orang-orang dari neraka, dan itu terjadi pada setiap malam (bulan Ramadhan)’." (HR. Ibnu Majah)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَبَّكُمْ يَقُوْلُ كُلُّ حَسَنَةٍ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ وَالصَّوْمُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ الصَّوْمُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ وَلَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Rabb kalian berfirman: ‘Setiap kebaikan diberi pahala sebanyak sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, sedangkan puasa diperuntukkan untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan memberi pahala puasanya (tanpa batasan jumlah pahala)’. Puasa merupakan benteng dari api neraka, dan busuk lisan orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Tuhan daripada wangi misik (minyak wangi).” (HR. Tirmidzi)
نَوْمُ الصَّائِمُ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاءُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa bernilai ibadah, diamnya dinilai membaca tasbih, amal ibadahnya dilipat gandakan, do’anya dikabulkan dan dosanya diampuni.” (HR. Baihaqi)
Pahala Puasa yang Tak Terhingga
Setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipatgandakan ibarat tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Oleh lantaran itu, amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Tuhan hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan bilangan.
Puasa Tidak Sekedar Menahan Makan dan Minum
Puasa merupakan ibadah yang sangat dicintai Tuhan ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan hingga 700 kali lipat. Tuhan ta’ala berkata: ‘Kecuali puasa, maka Aku yang akan membalas orang yang menjalankannya lantaran ia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya dan makannya lantaran Aku’.” (Shahih, HR. Muslim)
Hadits di atas dengan terang memperlihatkan betapa tingginya nilai puasa. Tuhan ta’ala akan melipatgandakan pahalanya bukan sekedar 10 atau 700 kali lipat namun akan dibalas sesuai dengan keinginan-Nya Ta’ala. Padahal kita tahu bahwa Tuhan ta’ala Maha Pemurah, maka Dia tentu akan membalas pahala orang yang berpuasa dengan berlipat ganda.
Hikmah dari semua ini yaitu sebagaimana tersebut dalam hadits, bahwa orang yang berpuasa telah meninggalkan harapan hawa nafsu dan makannya lantaran Tuhan Ta’ala. Tidak nampak dalam dzahirnya ia sedang melaksanakan suatu amalan ibadah, padahal bergotong-royong ia sedang menjalankan ibadah yang sangat dicintai Tuhan ta’ala dengan menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitarnya ada masakan dan minuman.
Di samping itu ia juga menjaga hawa nafsunya dari hal-hal yang sanggup membatalkan puasa. Semua itu dilakukan lantaran mengharapkan keridhaan Tuhan Ta’ala dengan meyakini bahwa Tuhan Ta’ala mengetahui segala gerak-geriknya.
Di antara hikmahnya juga yaitu lantaran orang yang berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dalam amalannya. Yaitu sabar dalam taat kepada Tuhan Ta’ala, dalam menjauhi larangan, dan di dalam menghadapi ketentuan taqdir-Nya Ta’ala. Tuhan Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya akan dipenuhi bagi orang-orang yang sabar pahala mereka berlipat ganda tanpa perhitungan.” (Az-Zumar: 10)
Sabar itu ada tiga macam yaitu
(1) sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah,
(2) sabar dalam meninggalkan yang haram dan
(3) sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan.
Ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk melaksanakan ketaatan.
Di dalamnya ada pula menjauhi hal-hal yang diharamkan. Begitu juga dalam puasa seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan ibarat menahan diri dari rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa sanggup meraih pahala tak terhingga sebagaimana sabar.
Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan, minum dan hal-hal lainnya yang membatalkan puasa. Orang yang berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota tubuh lainnya dari segala yang diharamkan oleh Tuhan Ta’ala namun bukan berarti saat tidak sedang berpuasa boleh melaksanakan hal-hal yang diharamkan tersebut.
Maksudnya yaitu bahwa perbuatan maksiat itu lebih berat ancamannya bila dilakukan pada bulan yang mulia ini, dan saat menjalankan ibadah yang sangat dicintai Tuhan Ta’ala. Bisa jadi seseorang yang berpuasa itu tidak mendapat faidah apa-apa dari puasanya kecuali hanya mencicipi haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.
Amalan Puasa Khusus untuk Allah
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Tuhan Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan insan yaitu untuknya kecuali puasa. Amalan puasa yaitu untuk-Ku”. Riwayat ini memperlihatkan bahwa setiap amalan insan yaitu untuknya. Sedangkan amalan puasa, Tuhan khususkan untuk diri-Nya. Tuhan menyandarkan amalan tersebut untuk-Nya.
1. Dengan Puasa Ramadhan seseorang meninggalkan aneka macam kesenangan dan aneka macam syahwat. Hal ini tidak didapati dalam amalan lainnya. Dalam ibadah ihram, memang ada perintah meninggalkan jima’ (berhubungan tubuh dengan istri) dan meninggalkan aneka macam harum-haruman. Namun bentuk kesenangan lain dalam ibadah ihram tidak ditinggalkan.
Begitu pula dengan ibadah shalat. Dalam shalat memang kita dituntut untuk meninggalkan makan dan minum. Namun itu terjadi dalam waktu yang singkat. Bahkan saat hendak shalat, jikalau masakan telah dihidangkan dan kita merasa butuh pada masakan tersebut, kita dianjurkan untuk menyantap masakan tadi dan boleh menunda shalat saat dalam kondisi ibarat itu.
2. Puasa Ramadhan adalah belakang layar antara seorang hamba dengan Rabbnya yang tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Amalan puasa berasal dari niat batin yang hanya Tuhan saja yang mengetahuinya dan dalam amalan puasa ini terdapat bentuk meninggalkan aneka macam syahwat. Oleh lantaran itu, Imam Ahmad dan selainnya mengatakan, “Dalam puasa sulit sekali terdapat riya’ (ingin dilihat/dipuji orang lain).” Dari dua alasan inilah, Tuhan menyandarkan amalan puasa pada-Nya berbeda dengan amalan lainnya
Dua Kebahagiaan Puasa Ramadhan
“Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan saat ia berbuka dan kebahagiaan saat berjumpa dengan Rabbnya.”
1.Ketika seseorang berbuka puasa. Ketika berbuka, jiwa begitu ingin mendapat hiburan dari hal-hal yang ia rasakan tidak menyenangkan saat berpuasa, yaitu jiwa sangat senang menjumpai makanan, minuman dan menggauli istri. Jika seseorang dihentikan dari aneka macam macam syahwat saat berpuasa, ia akan merasa senang jikalau hal tersebut diperbolehkan lagi.
2.Ketika seorang hamba berjumpa dengan Rabbnya yaitu ia akan jumpai pahala amalan puasa yang ia lakukan tersimpan di sisi Allah. Itulah ganjaran besar yang sangat ia butuhkan.
Bau Mulut Orang yang Berpuasa
Ganjaran bagi orang yang berpuasa yang disebutkan pula dalam hadits di atas, “Sungguh busuk lisan orang yang berpuasa lebih harum di sisi Tuhan daripada busuk minyak kasturi.”
Seperti kita tahu bersama bahwa busuk lisan orang yang berpuasa apalagi di siang hari sungguh tidak mengenakkan. Namun busuk lisan ibarat ini yaitu busuk yang menyenangkan di sisi Tuhan lantaran busuk ini dihasilkan dari amalan ketaatan dank arena mengharap ridho Allah. Sebagaimana pula darah orang yang mati syahid pada hari selesai zaman nanti, warnanya yaitu warna darah, namun baunya yaitu busuk minyak kasturi.
Harumnya busuk lisan orang yang berpuasa
Puasa yaitu belakang layar antara seorang hamba dengan Tuhan di dunia. Ketika di akhirat, Tuhan pun menampakkan amalan puasa ini sehingga makhluk pun tahu bahwa ia yaitu orang yang gemar berpuasa. Tuhan memberitahukan amalan puasa yang ia lakukan di hadapan insan lainnya lantaran dulu di dunia, ia berusaha keras menyembunyikan amalan tersebut dari orang lain. Inilah busuk lisan yang harum yang dinampakkan oleh Tuhan di hari selesai zaman nanti lantaran amalan belakang layar yang ia lakukan.
Barangsiapa yang beribadah dan mentaati Allah, selalu mengharap ridho Tuhan di dunia melalui amalan yang ia lakukan, kemudian muncul dari amalannya tersebut bekas yang tidak terasa yummy bagi jiwa di dunia, maka bekas ibarat ini tidaklah dibenci di sisi Allah. Bahkan bekas tersebut yaitu sesuatu yang Tuhan cintai dan baik di sisi-Nya. Hal ini dikarenakan bekas yang tidak terasa yummy tersebut muncul lantaran melaksanakan ketaatan dan mengharap ridho Allah. Oleh lantaran itu, Tuhan pun membalasnya dengan memperlihatkan busuk harum pada mulutnya yang menyenangkan seluruh makhluk, walaupun busuk tersebut tidak terasa yummy di sisi makluk saat di dunia
Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa biar mendapat jawaban dan keutamaan-keutamaan yang telah Tuhan ta’ala janjikan. Diantaranya:
1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Tuhan Ta’ala dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan lantaran ingin dipuji atau sekedar ikut-ikutan keluarganya atau masyarakatnya yang sedang berpuasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan lantaran iman dan mengharap pahala dari Tuhan Ta’ala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
2. Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan Tuhan SWT, ibarat menjaga lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain. Begitu pula menjaga matanya dari melihat orang lain yang bukan mahramnya baik secara pribadi atau tidak pribadi ibarat melalui gambar-gambar atau film-film dan sebagainya. Juga menjaga telinga, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya dari bermaksiat kepada Tuhan Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Tuhan Ta’ala tidak peduli ia meninggalkan makan dan minumnya.”
(Shahih HR. Al-Bukhari no. 1804)
Maka semestinya orang yang berpuasa tidak mendatangi pasar, supermarket, mal, atau tempat-tempat keramaian lainnya kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Karena biasanya tempat-tempat tersebut sanggup menyeretnya untuk mendengarkan dan melihat perkara-perkara yang diharamkan Tuhan Ta’ala.
Begitu pula menjauhi televisi lantaran tidak sanggup dipungkiri lagi bahwa dampak negatifnya sangat besar baik bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa.
3. Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa yaitu tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah ia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika ia dicela dan disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (Shahih, HR. Muslim)
Dari hadits tersebut sanggup diambil pelajaran ihwal wajibnya menjaga lisan. Apabila seseorang sanggup menahan diri dari membalas kejelekan maka tentunya ia akan terjauh dari memulai menghina dan melaksanakan kejelekan yang lainnya.
Sesungguhnya puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim untuk berakhlak mulia serta melatih dirinya menjadi sosok yang terbiasa menjalankan ketaatan kepada Tuhan SWT.
Demikian Keutamaan Balasan Pahala Puasa Ramadhan Sesuai Al-Quran dan Hadits
Puasa (shaum) Ramadhan yaitu bulan penuh ampunan dan berkah bagi orang mengerjakan ibadah puasa dengan tulus dan sabar. Ibadah Puasa merupakan ibadah belakang layar lantaran ibadah puasa yang hanya mengetahui kita berpuasa yaitu Tuhan SWT dan kita diri sendiri.
Oleh lantaran itu Balasan Pahala Puasa pribadi dari Tuhan SWT yang diberikan kepada orang yang berpuasa dengan pahala puasa tak terhingga.
Puasa Ramadhan mempunyai banyak keistimewaan dan keutamaan dibanding amalan ibadah lainnya. Amalan Ibadah lainnya dilipatgandakan menjadi 10 kebaikan hingga lebih dari itu.
Namun tidak untuk amalan puasa. Amalan Puasa Ramadhan AllahSWT khususkan untuk diri-Nya. Sehingga pahala puasa pun sanggup tak terhingga pahalanya.
Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ قَالَ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ إِلاَّ الصَّوْمَ فَإِنَّهُ لِى وَأَنَا أَجْزِى بِهِ يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِى لِلصَّائِمِ فَرْحَتَانِ فَرْحَةٌ عِنْدَ فِطْرِهِ وَفَرْحَةٌ عِنْدَ لِقَاءِ رَبِّهِ. وَلَخُلُوفُ فِيهِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللَّهِ مِنْ رِيحِ الْمِسْكِ
“Setiap amalan kebaikan yang dilakukan oleh insan akan dilipatgandakan dengan sepuluh kebaikan yang semisal hingga tujuh ratus kali lipat. Tuhan Ta’ala berfirman (yang artinya), “Kecuali amalan puasa. Amalan puasa tersebut yaitu untuk-Ku. Aku sendiri yang akan membalasnya. Disebabkan ia telah meninggalkan syahwat dan masakan karena-Ku. Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan saat ia berbuka dan kebahagiaan saat berjumpa dengan Rabbnya. Sungguh busuk lisan orang yang berpuasa lebih harum di sisi Tuhan daripada busuk minyak kasturi.” (HR. Bukhari no. 1904, 5927 dan Muslim no. 1151)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa berpuasa di bulan Ramadhan lantaran iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah kemudian akan diampuni. " (HR. Ibnu Majah)
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
"Barangsiapa berpuasa dan shalat malam (tarawih) di bulan Ramadhan lantaran iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya yang telah kemudian akan diampuni. " (HR. Ibnu Majah)
شَهْرٌ كَتَبَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ وَسَنَنْتُ لَكُمْ قِيَامَهُ فَمَنْ صَامَهُ وَقَامَهُ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا خَرَجَ مِنْ ذُنُوْبِهِ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“(Ramadhan) yaitu bulan yang Tuhan mewajibkan kepada kalian untuk berpuasa, dan saya sunnahkan shalat (tarawih) di malam harinya. Barangsiapa berpuasa di siang harinya dan bangkit (shalat tarawih) di malam harinya lantaran iman dan mengharap pahala, maka dosa-dosanya akan keluar ibarat pada hari dilahirkan oleh ibunya. " (HR. Ibnu Majah)
إِذَا كَانَتْ أَوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ صُفِّدَتِ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أَبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِحَتْ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَنَادَى مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْ وَلِلّٰهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذٰلِكَ فِى كُلِّ لَيْلَةٍ
"Jika tiba permulaan malam (tanggal 1) bulan Ramadhan, maka setan-setan dan pemimpin-pemimpinnya dibelenggu (dirantai), pintu-pintu neraka ditutup dan tidak ada satu pun yang dibuka. Pintu-pintu nirwana dibuka dan tidak ada satu pun yang ditutup. Kemudian, ada penyeru yang berseru, ‘Hai orang yang mencari kebaikan, berlomba-lombalah. Hai orang yang mencari keburukan, berhentilah. Karena bergotong-royong Tuhan akan membebaskan orang-orang dari neraka, dan itu terjadi pada setiap malam (bulan Ramadhan)’." (HR. Ibnu Majah)
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ رَبَّكُمْ يَقُوْلُ كُلُّ حَسَنَةٍ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِ مِائَةِ ضِعْفٍ وَالصَّوْمُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِيْ بِهِ الصَّوْمُ جُنَّةٌ مِنَ النَّارِ وَلَخُلُوْفُ فَمِ الصَّائِمِ أَطْيَبُ عِنْدَ اللهِ مِنْ رِيْحِ الْمِسْكِ
Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya Rabb kalian berfirman: ‘Setiap kebaikan diberi pahala sebanyak sepuluh kali lipat hingga tujuh ratus kali lipat, sedangkan puasa diperuntukkan untuk-Ku dan Aku sendiri yang akan memberi pahala puasanya (tanpa batasan jumlah pahala)’. Puasa merupakan benteng dari api neraka, dan busuk lisan orang yang berpuasa lebih wangi di sisi Tuhan daripada wangi misik (minyak wangi).” (HR. Tirmidzi)
نَوْمُ الصَّائِمُ عِبَادَةٌ وَصُمْتُهُ تَسْبِيْحٌ وَعَمَلُهُ مُضَاعَفٌ وَدُعَاءُهُ مُسْتَجَابٌ وَذَنْبُهُ مَغْفُوْرٌ
“Tidurnya orang yang berpuasa bernilai ibadah, diamnya dinilai membaca tasbih, amal ibadahnya dilipat gandakan, do’anya dikabulkan dan dosanya diampuni.” (HR. Baihaqi)
Pahala Puasa yang Tak Terhingga
Setiap amalan akan dilipatgandakan sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kebaikan yang semisal. Kemudian dikecualikan amalan puasa. Amalan puasa tidaklah dilipatgandakan ibarat tadi. Amalan puasa tidak dibatasi lipatan pahalanya. Oleh lantaran itu, amalan puasa akan dilipatgandakan oleh Tuhan hingga berlipat-lipat tanpa ada batasan bilangan.
Puasa Tidak Sekedar Menahan Makan dan Minum
Puasa merupakan ibadah yang sangat dicintai Tuhan ta’ala. Hal ini sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
كُلُّ عَمَلِ ابْنِ آدَمَ يُضَاعَفُ الْحَسَنَةُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ. قَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِلاَّ الصَّوْمَ، فَإِنَّهُ لِيْ وَأَنَا أَجْزِي بِهِ، يَدَعُ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ مِنْ أَجْلِي
“Setiap amalan anak Adam akan dilipatgandakan pahalanya, satu kebaikan akan berlipat menjadi 10 kebaikan hingga 700 kali lipat. Tuhan ta’ala berkata: ‘Kecuali puasa, maka Aku yang akan membalas orang yang menjalankannya lantaran ia telah meninggalkan keinginan-keinginan hawa nafsunya dan makannya lantaran Aku’.” (Shahih, HR. Muslim)
Hadits di atas dengan terang memperlihatkan betapa tingginya nilai puasa. Tuhan ta’ala akan melipatgandakan pahalanya bukan sekedar 10 atau 700 kali lipat namun akan dibalas sesuai dengan keinginan-Nya Ta’ala. Padahal kita tahu bahwa Tuhan ta’ala Maha Pemurah, maka Dia tentu akan membalas pahala orang yang berpuasa dengan berlipat ganda.
Hikmah dari semua ini yaitu sebagaimana tersebut dalam hadits, bahwa orang yang berpuasa telah meninggalkan harapan hawa nafsu dan makannya lantaran Tuhan Ta’ala. Tidak nampak dalam dzahirnya ia sedang melaksanakan suatu amalan ibadah, padahal bergotong-royong ia sedang menjalankan ibadah yang sangat dicintai Tuhan ta’ala dengan menahan lapar dan dahaga. Sementara di sekitarnya ada masakan dan minuman.
Di samping itu ia juga menjaga hawa nafsunya dari hal-hal yang sanggup membatalkan puasa. Semua itu dilakukan lantaran mengharapkan keridhaan Tuhan Ta’ala dengan meyakini bahwa Tuhan Ta’ala mengetahui segala gerak-geriknya.
Di antara hikmahnya juga yaitu lantaran orang yang berpuasa sedang mengumpulkan seluruh jenis kesabaran di dalam amalannya. Yaitu sabar dalam taat kepada Tuhan Ta’ala, dalam menjauhi larangan, dan di dalam menghadapi ketentuan taqdir-Nya Ta’ala. Tuhan Ta’ala berfirman:
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُوْنَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya akan dipenuhi bagi orang-orang yang sabar pahala mereka berlipat ganda tanpa perhitungan.” (Az-Zumar: 10)
Sabar itu ada tiga macam yaitu
(1) sabar dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah,
(2) sabar dalam meninggalkan yang haram dan
(3) sabar dalam menghadapi takdir yang terasa menyakitkan.
Ketiga macam bentuk sabar ini, semuanya terdapat dalam amalan puasa. Dalam puasa tentu saja di dalamnya ada bentuk melaksanakan ketaatan.
Di dalamnya ada pula menjauhi hal-hal yang diharamkan. Begitu juga dalam puasa seseorang berusaha bersabar dari hal-hal yang menyakitkan ibarat menahan diri dari rasa lapar, dahaga, dan lemahnya badan. Itulah mengapa amalan puasa sanggup meraih pahala tak terhingga sebagaimana sabar.
Perlu menjadi catatan penting bahwa puasa bukanlah sekedar menahan diri dari makan, minum dan hal-hal lainnya yang membatalkan puasa. Orang yang berpuasa harus pula menjaga lisan dan anggota tubuh lainnya dari segala yang diharamkan oleh Tuhan Ta’ala namun bukan berarti saat tidak sedang berpuasa boleh melaksanakan hal-hal yang diharamkan tersebut.
Maksudnya yaitu bahwa perbuatan maksiat itu lebih berat ancamannya bila dilakukan pada bulan yang mulia ini, dan saat menjalankan ibadah yang sangat dicintai Tuhan Ta’ala. Bisa jadi seseorang yang berpuasa itu tidak mendapat faidah apa-apa dari puasanya kecuali hanya mencicipi haus dan lapar. Na’udzubillahi min dzalik.
Amalan Puasa Khusus untuk Allah
Dalam riwayat lain dikatakan bahwa Tuhan Ta’ala berfirman (yang artinya), “Setiap amalan insan yaitu untuknya kecuali puasa. Amalan puasa yaitu untuk-Ku”. Riwayat ini memperlihatkan bahwa setiap amalan insan yaitu untuknya. Sedangkan amalan puasa, Tuhan khususkan untuk diri-Nya. Tuhan menyandarkan amalan tersebut untuk-Nya.
1. Dengan Puasa Ramadhan seseorang meninggalkan aneka macam kesenangan dan aneka macam syahwat. Hal ini tidak didapati dalam amalan lainnya. Dalam ibadah ihram, memang ada perintah meninggalkan jima’ (berhubungan tubuh dengan istri) dan meninggalkan aneka macam harum-haruman. Namun bentuk kesenangan lain dalam ibadah ihram tidak ditinggalkan.
Begitu pula dengan ibadah shalat. Dalam shalat memang kita dituntut untuk meninggalkan makan dan minum. Namun itu terjadi dalam waktu yang singkat. Bahkan saat hendak shalat, jikalau masakan telah dihidangkan dan kita merasa butuh pada masakan tersebut, kita dianjurkan untuk menyantap masakan tadi dan boleh menunda shalat saat dalam kondisi ibarat itu.
2. Puasa Ramadhan adalah belakang layar antara seorang hamba dengan Rabbnya yang tidak ada orang lain yang mengetahuinya. Amalan puasa berasal dari niat batin yang hanya Tuhan saja yang mengetahuinya dan dalam amalan puasa ini terdapat bentuk meninggalkan aneka macam syahwat. Oleh lantaran itu, Imam Ahmad dan selainnya mengatakan, “Dalam puasa sulit sekali terdapat riya’ (ingin dilihat/dipuji orang lain).” Dari dua alasan inilah, Tuhan menyandarkan amalan puasa pada-Nya berbeda dengan amalan lainnya
Dua Kebahagiaan Puasa Ramadhan
“Bagi orang yang berpuasa akan mendapat dua kebahagiaan yaitu kebahagiaan saat ia berbuka dan kebahagiaan saat berjumpa dengan Rabbnya.”
1.Ketika seseorang berbuka puasa. Ketika berbuka, jiwa begitu ingin mendapat hiburan dari hal-hal yang ia rasakan tidak menyenangkan saat berpuasa, yaitu jiwa sangat senang menjumpai makanan, minuman dan menggauli istri. Jika seseorang dihentikan dari aneka macam macam syahwat saat berpuasa, ia akan merasa senang jikalau hal tersebut diperbolehkan lagi.
2.Ketika seorang hamba berjumpa dengan Rabbnya yaitu ia akan jumpai pahala amalan puasa yang ia lakukan tersimpan di sisi Allah. Itulah ganjaran besar yang sangat ia butuhkan.
Bau Mulut Orang yang Berpuasa
Ganjaran bagi orang yang berpuasa yang disebutkan pula dalam hadits di atas, “Sungguh busuk lisan orang yang berpuasa lebih harum di sisi Tuhan daripada busuk minyak kasturi.”
Seperti kita tahu bersama bahwa busuk lisan orang yang berpuasa apalagi di siang hari sungguh tidak mengenakkan. Namun busuk lisan ibarat ini yaitu busuk yang menyenangkan di sisi Tuhan lantaran busuk ini dihasilkan dari amalan ketaatan dank arena mengharap ridho Allah. Sebagaimana pula darah orang yang mati syahid pada hari selesai zaman nanti, warnanya yaitu warna darah, namun baunya yaitu busuk minyak kasturi.
Harumnya busuk lisan orang yang berpuasa
Puasa yaitu belakang layar antara seorang hamba dengan Tuhan di dunia. Ketika di akhirat, Tuhan pun menampakkan amalan puasa ini sehingga makhluk pun tahu bahwa ia yaitu orang yang gemar berpuasa. Tuhan memberitahukan amalan puasa yang ia lakukan di hadapan insan lainnya lantaran dulu di dunia, ia berusaha keras menyembunyikan amalan tersebut dari orang lain. Inilah busuk lisan yang harum yang dinampakkan oleh Tuhan di hari selesai zaman nanti lantaran amalan belakang layar yang ia lakukan.
Barangsiapa yang beribadah dan mentaati Allah, selalu mengharap ridho Tuhan di dunia melalui amalan yang ia lakukan, kemudian muncul dari amalannya tersebut bekas yang tidak terasa yummy bagi jiwa di dunia, maka bekas ibarat ini tidaklah dibenci di sisi Allah. Bahkan bekas tersebut yaitu sesuatu yang Tuhan cintai dan baik di sisi-Nya. Hal ini dikarenakan bekas yang tidak terasa yummy tersebut muncul lantaran melaksanakan ketaatan dan mengharap ridho Allah. Oleh lantaran itu, Tuhan pun membalasnya dengan memperlihatkan busuk harum pada mulutnya yang menyenangkan seluruh makhluk, walaupun busuk tersebut tidak terasa yummy di sisi makluk saat di dunia
Untuk itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh orang yang berpuasa biar mendapat jawaban dan keutamaan-keutamaan yang telah Tuhan ta’ala janjikan. Diantaranya:
1. Setiap muslim harus membangun ibadah puasanya di atas iman kepada Tuhan Ta’ala dalam rangka mengharapkan ridha-Nya, bukan lantaran ingin dipuji atau sekedar ikut-ikutan keluarganya atau masyarakatnya yang sedang berpuasa.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barang siapa yang berpuasa Ramadhan lantaran iman dan mengharap pahala dari Tuhan Ta’ala, akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘alaih)
2. Menjaga anggota badannya dari hal-hal yang diharamkan Tuhan SWT, ibarat menjaga lisannya dari dusta, ghibah, dan lain-lain. Begitu pula menjaga matanya dari melihat orang lain yang bukan mahramnya baik secara pribadi atau tidak pribadi ibarat melalui gambar-gambar atau film-film dan sebagainya. Juga menjaga telinga, tangan, kaki dan anggota tubuh lainnya dari bermaksiat kepada Tuhan Ta’ala.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ للهِ حَاجَةٌ فِيْ أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ
“Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dusta dan perbuatannya, maka Tuhan Ta’ala tidak peduli ia meninggalkan makan dan minumnya.”
(Shahih HR. Al-Bukhari no. 1804)
Maka semestinya orang yang berpuasa tidak mendatangi pasar, supermarket, mal, atau tempat-tempat keramaian lainnya kecuali ada kebutuhan yang mendesak. Karena biasanya tempat-tempat tersebut sanggup menyeretnya untuk mendengarkan dan melihat perkara-perkara yang diharamkan Tuhan Ta’ala.
Begitu pula menjauhi televisi lantaran tidak sanggup dipungkiri lagi bahwa dampak negatifnya sangat besar baik bagi orang yang berpuasa maupun yang tidak berpuasa.
3. Bersabar untuk menahan diri dan tidak membalas kejelekan yang ditujukan kepadanya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits Abu Hurairah radiyallahu ‘anhu:
الصِّيَامُ جُنَّةٌ فَإِذَا كَانَ يَوْمُ صَوْمِ أَحَدِكُمْ فَلاَ يَرْفُثْ يَوْمَئِذٍ وَلاَ يَصْخَبْ فَإِنْ سَابَّهُ أَحَدٌ أَوْ قَاتَلَهُ فَلْيَقُلْ إِنِّي امْرُؤٌ صَائِمٌ
“Puasa yaitu tameng, maka apabila salah seorang dari kalian sedang berpuasa janganlah ia berkata kotor dan janganlah bertengkar dengan mengangkat suara. Jika ia dicela dan disakiti maka katakanlah saya sedang berpuasa.” (Shahih, HR. Muslim)
Dari hadits tersebut sanggup diambil pelajaran ihwal wajibnya menjaga lisan. Apabila seseorang sanggup menahan diri dari membalas kejelekan maka tentunya ia akan terjauh dari memulai menghina dan melaksanakan kejelekan yang lainnya.
Sesungguhnya puasa itu akan melatih dan mendorong seorang muslim untuk berakhlak mulia serta melatih dirinya menjadi sosok yang terbiasa menjalankan ketaatan kepada Tuhan SWT.
Demikian Keutamaan Balasan Pahala Puasa Ramadhan Sesuai Al-Quran dan Hadits
0 Response to "Keutamaan Akibat Pahala Puasa Ramadhan Sesuai Al-Quran Dan Hadits"
Posting Komentar